cari

Hubungan Kehidupan Beragama Di era modern


Baca atau Download selengkapanya disini




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Perbincangan tentang modernisasi telah menyita konsentrasi para sarjana baik Muslim maupun non-Muslim dibuktikan dengan telah lahirnya beragam karya dan pemikiran dibidang ini menunjukkan modernisasi telah mendapat tempat yang cukup proporsional dalam kajian global, bahkan ditambah lagi dengan intensnya upaya-upaya pembaruan tersebut dilakukan secara serentak dan kompak baik dunia Islam sendiri maupun di luar dunianya merupakan suatu arus deras yang tidak dapat dihentikan demi menciptakan perbaikan dalam segala bidang kemanusiaanya.
                 Semakin hari kian terasa bahwa kehidupan manusia makin menjurus kearah pengejaran segala sesuatu yang bermakna fisik-material, di mana dalam kajian sosiologi kecenderungan semacam ini disebut sebagai proses “reifikasi”, yaitu ketika manusia saling mengejar apa saja yang bernilai “material”. Bagi mereka kehidupan ini dimaknai hanya sekedar untuk mengisi “perut” dan memenuhi segala macam kesenangan yang nyaris mengabaikan segala aspek yang berdimensi spiritual.
                 Agama hampir dapat dipastikan akan mengalami dampak yang cukup mengancam kelangsungan hidupnya, ketika sekularisasi besar-besaran telah menggusur ikatan yang bersifat “sakral, suci dan transenden”, sehingga afinitas keagamaan makin pudar dan luntur, bahkan kadar keberagamaan dapat menghilang sama sekali dalam pergaulan hidup manusia era modern, inilah salah satu ciri dan dampak dari era yang disebut “ Zaman Teknik”.
                 Kemoderenan selalu identik dengan kehidupan keserbaadaan, sedangkan modernisasi itu sendiri merupakan salah satu ciri umum peradaban maju – yang dalam sosiologi berkonotasi perubahan sosial masyarakat yang kurang maju atau primitive untuk mencapai tahap yang telah dialami oleh masyarakat maju atau berperadaban.
       Bagaimana peran agama di tengah Era Modern (dampak yang ditimbulkan, juga pengaruh yang drastis bagi kehidupan manusia), penulis mencoba untuk menyusun karya tulis yang berjudul Hubungan Kehidupan Beragama Di era modern.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, untuk memudahkan dalam penyusunan karya tulis ini, penulis menyusun beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hubungan agama dan modern?
2. Bagaimana peran agama dalam era modern?
3. Apa Manfaat agama di era modern?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui hubungan agama dan era modern.
2. Untuk mengetahui peran agama dalam era modern
3. Untuk mengetahui manfaat agama di era modern

1.4 METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah metode studi pustaka. Yang pelaksanaan penyusunannya melalui pengkajian buku-buku pustaka yang mempunyai keterkaitan dengan masalah yang dibahas, sehingga diharapkan data atau keterangan yang terkumpul akurat dan menyakinkan sebagai bahan penulisan.












BAB II
DASAR TEORI

2.1  PENGERTIAN AGAMA

Agama adalah suatu ajaran dimana setiap pemeluknya dianjurkan untuk selalu berbuat baik. Untuk itu semua penganut agama yang mempercayaai ajaran dan melaksanakan ajarannya mereka akan senantiasa melaksanakan segala hal yang ada dalam ajaran tersebut. Manusia tidak bisa dilepaskan dengan agama, oleh karena itu agama dan manusia berhubungan sangat erat sekali. Ketika manusia jauh dari agama. Maka akan ada kekosongan dalam jiwanya.
                 Selain itu Agama adalah suatu "sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus. Kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal." Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat disebut agama, yaitu "sifat kudus" dari agama dan "praktek-praktek ritual" dari agama. Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahluk supranatural, tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi bukan agama lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini dapat kita lihat bahwa sesuatu itu disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tadi. Kita juga akan melihat nanti bahwa agama selalu memiliki hubungan dengan masyarakatnya, dan memiliki sifat yang historis.





2.2   PENGERTIAN MODENISASI
   Kata modenisasi secara etimologi berasal dari kata modern, kata moderndalam kamus umum bahasa Indonesia adalah yang berarti: baru, terbaru, cara baru atau mutakhir, sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntunan zaman, dapat juga diartikan maju, baik. Kata modernisasi merupakan kata benda dari bahasa latin “modernus” (modo:baru saja) atau model baru, dalam bahasa Perancis disebut Moderne.
   Modernisasi ialah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan hidup masa kini.
   Modernisme adalah pikiran, aliran, gerakan-gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat, institusi-institusi lama dan sebagainya, untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
   Modernisme dalam kamus bahasa Indonesia berarti pembaharuan,
Adapun modernisasi secara terminologi terdapat banyak arti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dari banyak ahli. Menurut Daniel Lerner, modernisasi adalah istilah baru untuk satu proses panjang proses perubahan social, dimana masyarakat yang kurang berkembang memperoleh ciri-ciri yang biasa bagi masyarakat yang lebih berkembang. Light dan Keller, mengartikan modernisasi sebagai perubahan nilai-nilai, lembaga-lembaga dan pandangan yang memindahkan masyarakat tradisional kearah industrialisasi Definisi senada diungkap Nurcholish Madjid, yang mengatakan bahwa “zaman modern”, adalah “zaman Teknik” (technical Age), bila dilihat dari hakikat intinya, karena pada zaman ini peran sentral teknikalisme serta bentuk-bentuk kemasyarakatan yang terkait dengan teknikalisme sangat kental.




BAB III
PEMBAHASAN

3.1   HUBUNGAN AGAMA DAN MODERN

Di zaman modern dan globalisasi sekarang ini, manusia di Barat sudah berhasil mengembangkan kemampuan nalarnya (kecerdesan intelektualnya) untuk mencapai kemajuan yang begitu pesat dari waktu kewaktu di berbagai bidang kehidupan termasuk dalam bidang sains dan teknologi yang kemajuannya tidak dapat dibendung lagi akan tetapi kemajuan tersebut jauh dari spirit agama sehingga yang lahir adalah sains dan teknologi sekuler. Manusia saling berpacu meraih kesuksesan dalam bidang material, soial, politik, ekonomi, pangkat, jabatan, kedudukan, kekuasaan dan seterusnya, namun tatkala mereka sudah berada dipuncak kesuksesan tersebut lalu jiwa mereka mengalami goncangan-goncangan mereka bingung untuk apa semua ini. Kenapa bisa terjadi demikian, karena jiwa mereka dalam kekosongan dari nilai-nilai spiritual, disebabkan tidak punya oreintasi yang jelas dalam menapaki kehidupan di alam dunia ini. Sayyid Hussein Nasr Menilai bahwa keterasingan (alienasi) yang di alami oleh orang-orang Barat karena peradaban moderen yang mereka bangun bermula dari penolakan (negation) terhadap hakikat ruhaniyah secara gradual dalam kehidupan manusia. Akibatnya manusia lupa terhadap eksistensi dirinya sebagai ‘abid (hamba) di hadapan Tuhan karena telah terputus dari akar-akar spiritualitas.Hal ini merupakan fenomena betapa manusia moderen memiliki spiritualitas yang akut. Pada gilirannya, mereka cenderung tidak mampu menjawab berbagai persoalan hidupnya, dan kemudian terperangkap dalam kehampaan dan ketidak bermaknaan hidup.
Keimanan atau kepercayaan pada agama (Tuhan) terutama Islam itu, secara pragmatis merupakan kebutuhan untuk menenangkan jiwa, terlepas apakah objek kualitas iman itu benar atau salah. Secara psikologis, ini menunjukkan bahwa Islam selalu mengajarkan dan menyadarkan akan nasib keterasingan manusia dari Tuhannya. Manusia bagaimanapun juga tidak akan dapat melepaskan diri dari agama, karena manusia selalu punya ketergantungan kepada kekuatan yang lebih tinggi diluar dirinya (Tuhan) atau apapun bentuknya dan agama diturunkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk rasional dan spiritul.
Pandangan dunia sekuler, yang hanya mementingkan kehidupan duniawi, telah secara signifikan menyingkirkan manusia moderendari segala asfek spiritual. Akibatnya mereka hidup secara terisolir dari dunia-dunia lain yang bersifat nonfisik, yang diyakini adanya oleh para Sufi. Mereka menolak segala dunia nonfisik seperti dunia imajinal atau spiritual sehingga terputus hubungan dengan segala realitas-realitas yang lebih tinggi daripada sekedar entitas-entitas fisik. Sains moderen menyingkirkan pengetahuan tentang kosmologi dari wacananya. Padahal kosmologi adalah “ilmu sakral” yang menjelaskan kaitan dunia materi dengan wahyu dan doktrin metafisis. Manusia sebenarnya menurut fitrahnya tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan spiritual karena memang diri manusia terdiri dari dua unsur yaitu jasmani dan ruhani, manusia disamping makhluk fisik juga makhluk non fisik. Dalam diri manusia tuntutan kebutuhan jasmani dan rahani harus dipenuhi secara bersamaan dan seimbang, kebutuhan jasmani dapat terpenuhi dengan hal-hal yang bersifat materi sedangkan kebutuhan ruhani harus dipenuhi dengan yang bersifat spiritual seperti ibadah, dzikir, etika dan amal shaleh lainnya. Apabila kedua hal tersbeut tidak dapat dipnuhi secara adil maka kehidupan manusia itu dapat dipastikan akan mengalami kekeringan dan kehampaan bahkan tidak menutup kemungkinan bisa mengalami setres.
                 Salah satu kritik yang ditujukan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi moderen dari sudut pandang Islam ialah karena ilmu pengetahuan dan teknologi moderen tersebut hanya absah secara metodologi, tetapi miskin dari segi moral dan etika. Pandangan masyarakat moderen yang bertumpu pada prestasi sains dan teknologi, telah meminggrikan dimensi transendental Ilahiyah. Akibatnya, kehidupan masyarakat moderen menjadi kehilangan salah satu aspeknya yang paling fundamental, yaitu asfek spiritual.


3.2 . PERAN AGAMA DALAM MODERN
Kemoderenan selalu identik dengan kehidupan keserbadaan. Sedangkan modernisasi merupakan salah satu ciri dari peradaban maju. Modernisasi selalu diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya manusia menjadi mampu menguasai alam dengan memanfaatkan teknologi modern. Masih banyak lagi pengertian modernisasi, namun intinya menurut Lerner, modernisai itu mencangkup :
1) pertumbuhan ekonomi secara mandiri dan berkelanjutan,
2) partisipasi politik,
3) penyebaran norma-norma,
4) tingginya tingkat mobilitas social dan geografis,
5) Transformasi kepribadian.modernitas tersebut menurut Hardgrave gejalanya apat dilihat dalam tiga dimensi: teknologis, organisasional dan sikap. Aspek teknologinya bisa dilacak pada dominasi industrialisasi sehingga masyarakat dapat dibedakan menjadi praindustri dan industri. Sedangkan dimensi organisasional mengejawantah dalam tingkat diferensiasi dan spesialisasi serta menjelma menjadi masyarakat sederhana dan masyarakat kompleks. Di pihak lain pihak segi sikap dalam kemeoderenan mencangkup rasionalitas dan sekularisasi dan pertentangan cara pandang ilmiah lawan magis religius. Dari pandangan terakhir diatas jelas betapa marginal kedudukan agama dalam madyarakat industri modern. Ada dua corak agama yang memiliki cara yang berbeda dalam merespon tuntutan perkembangan masyarakat, yaitu agama-agama wahyu yang relative bisa bertahan menghadapi arus gelombang modernisasi seperti Islam, Yahudi dan Kristen juga agama-agama wahyu lain, yang begitu rentan terhadap amukan modernisasi sehingga tidak mampu bertahan.Semua agama mempunyai klaim yang sama, untuk dapat berlaku dalam semua situasi, dalam segala satuan social dan dalam rentangan waktu yang tidak terbatas. Setiap agama memiliki empat isi pokok, yaitu: doktrin, organisasi, ritual dan pemimpin. Kecanggihan unsur-unsur tersebut sangat tergantung pada tingkat kemajuan yang dialami oleh masyarakat pendukungnya. Karena itu agama yang mempunyai tingkat kecanggihan abstraksi yang rendah biasanya sangat mudah terpengaruh oleh perubahan yang dialami pemeluknya.Salah satu penyebab utama merosotnya peran agama dalam peradaban industri modern adalah karena agama dianggap tidak memiliki kontribusi langsung bagi upaya mengejar kehidupan fisik-material.
                 Bahkan seperti ditandaskan Mahden Ilmuan social Amerika, yang menilai agama sebagai faktor negatif dalam proses modernisasi. Agama bagi mereka adalah suatu penghambat dalam meraih modernisasi. Jadi agama adalah penghambat kemajuan. Anggapan ini telah berakar sejak abad ke-19 seperti dapat dilacak pada pemikiran Comte, Spenser, Marx dan lain-lain. Agama yang mengutamakan kepercayaan akan yang Maha Ghaib, kebersamaan dan berorientasi kepada hidup sesudah mati sangat sulit untuk bisa diterima oleh pemikiran positivistik dan sekularistik, sehingga agama terdepak dari segala aspek kehidupan.Pada sisi lain, krisis peradaban modern, meminjam istilah J.A Camilleri, juga menimbulkan keberantakan yang gejalanya dapat dilihat dalam ketidak seimbangan psiko-sosial, structural, sistematis dan ekologis. Dari dampak yang telah dikemukakan diatas, terlihat jelas peran agama menjadi sangat marginal, karena agama dianggap tidak dapat memberi kontribusi apapun dalam menghadapi tuntutan hidup yang begitu keras dan penuh persaingan. Gejala kemerosotan agama tampak dalam melemahnya doktrin-doktrin yang ada, organisasi agama tidak mampu mengikuti irama dan ritme perubahan social, ritual agama makin sedikit peminatnya, dan pemimpin agama juga menampakkan diri seperti kurang semangat karena tidak berdaya berpacu dengan arus tuntutan hidup budaya materialistic-individualistik, bahkan sangat hedonistik, hal tersebut nampaknya juga merupakan suatu gejala sosial pemimpin agama dewasa ini, dimana sebagian diantara mereka memahami agama secara dangkal, hingga akhirnya “membodohkan umat”.
     Agama di lain pihak, dipandang tidak mampu melerai konflik-konflik maupun dis-organisasi sosial bahkan dituding sebagai bermasa bodoh “cuek” terhadap malapetaka kemanusiaan universal.
     Namun sebaliknya harus dipahami pula bahwa satu sisi, agamalah yang diharapkan bisa memainkan peranan positif aktifnya dalam mengerem perilaku serakah, brutal, dan mengancam kelangsungan hidup serta mengabaikan sama sekali spiritualitas dan transendentalisme untuk diarahkan kepada kehidupan yang bertatanan ketuhanan, kemanusiaan dan transcendental dalam menuju dunia yang damai dan berperadaban. Disinilah letak peran penting pemimpin agama, untuk dapat menginterpretasi agama, dari berbagai sudut pandang, rasional, universal dan mengejawantah “membumi” sesuai dengan kebutuhan umat dan zaman, hingga agama tidaklah dipandang sebagai momok penghalang dari era modern ini.

3.3  MANFAAT AGAMA DI ERA MODERN

Pendidikan agama  saat ini memang diakui sangatlah kurang diminati, mayoritas pelajar lebih memilih pendidikan yang bersifat umum karena pengaruh perkembangan zaman yang menyorot kepada kecanggihan teknologi sekarang. Melihat perkembangan IPTEK saat ini lebih maju di banding dahulu. Selain karena indonesia sudah merdeka dan bebas mau melakukan apa saja tanpa ada yang melarangnya juga karena tantangan globalisasi yang telah mengubah segalanya. Perubahan akhlaq pemuda-pemudi penerus bangsa ikut berperan dalam hal ini.
 Dalam era globalisasi semuanya akan terperangkap dalam jaring-jaring ekonomi global,mau tidak mau negara kita juga terjerat olehnya, sehingga indonesia bisa menjalin hubungan dengan baik melalui pasar perdagangan tersebut. Bila tidak ikut andil kedalam perubahan-perubahan yang terjadi maka Indonesia akan menjadi negara terbelakang. Sedangkan pengertian globalisasi itu adalah perubahan-perubahan struktural dalam kehidupan negara yang mempengaruhi hubungan antar manusia, organisasi-organisasi sosial, dan pandangan-pandangan dunia.
Jadi, bila dianalisis lebih lanjut perubahan tadi akan membawa membawa dampak positif maupun negatif bagi negara. Dampak positifnya yaitu: IPTEK semakin berkembang pesat, hubungan antar negara terjalin lebih baik, ekonomi negara menjadi teratasi. Sedangkan dampak negatifnya yaitu: keborokan moral bangsa, KKN semakin meningkat, waktu digunakan untuk hal yang tidak bermanfaat, terjadi perbedaan pangkat orang bangsawan dengan orang miskin.
Melihat begitu banyak kemadlorotan dari pada kemaslahatannya, maka peran pendidikan Agama di era globalisasi ini sangatlah penting karena bisa menindak lanjuti  masalah ini.
Peran pendidikan Agama Sebenarnya bila diteliti lebih lanjut bahwa masyarakat Indonesia sembilan puluh persen beragama Islam yang lainnya beragama kristen, hindu, budha, dll. Kemudian sudah mengeyam pendidikan madrasah ataupun pendidikan yang lebih  tinggi yang berbasis Agama tetapi dari diri mereka sendiri belum mengamalkan ilmu yang mereka dapatkan, padahal bila pendidikan agama diterapkan pada kehidupan saat ini, mungkin negara akan menjadi tentram dan sesuai dengan apa yang telah diharapkan selama ini.
Indonesia mempunyai sumber hukum pancasila dan UUD 1945 tidak seperti di negara Saudi Arabia yang berlandaskan hukum alqur’an, sehingga negara Indonesia belum bisa dikatakan negara Agamai. Jadi, dapat dimaklumi apabila masyarakatnya masih banyak yang tidak sejalan dengan ajaran agama karena perbedaan agama ataupun orang yang beragama Agama yang terpangaruh dan mengikuti kebiasaan buruk mereka seperti: perilaku, model baju,dll. Sehingga dapat menggoyahkan pendirian mereka seiring berjalannya waktu dan perkembangan zaman.
Peran  pendidikan agama di era gobalisasi ini mempunyai beberapa bentuk yaitu:
a.        Sebagi penunjuk jalan yang benar. 
Tanpa adanya agama manusia tidak mempunyai pendirian yang teguh,tidak mempunyai aturan. Karena agama merupakan sebuah kepercayaan yang harus dianut seseorang untuk menentukan arah tujuan hidup orang tersebut.
b.      Menciptakan budi pekerti yang luhur
Dengan adanya budi pekerti yang luhur hubungan manusia satu dengan lainnya akan terjalin dengan baik.
c.        Dapat memanfaatkan kekuatan teknologi sebagaimana mestinya.
Teknologi adalah segalanya bagi kita, dengan adanya teknologi  akan melepaskan diri dari bentuk penindasan oleh orang yang kuat terhadap orang yang lemah, membebaskan dari kebodohan dan kemiskinan serta keterbelakangan.Tetapi bila terjadi kesalahan penggunaan teknologi maka dapat mencemarkan akhlaq, tidak dapat berkonsentrasi penuh dalam menerima ilmu, waktu digunakan dengan sesuatu yang tidak bermanfaat.
d.      Untuk menjadikan filter bagi kebudayaan asing malalui nilai-nilai dan norma yang ada. Semua pikiran, perilaku, budaya serta norma-norma kita tidak harus berkiblat kepada mereka walaupun perubahan-perubahan itu juga dari negara asing. Resiko bila tidak mengikuti trend, bisa dikatakan “ ndeso”, “kampungan”, tetapi kenyataannya tradisi dan kebudayaan yang berasal dari negara asiing tidak sesuai  dengan ajaran agama Agama. Seperti, berpakaian  yang mengundang syahwat, minum-minuman yang beralkohol,dll. Alanglkah baiknya bila kita meniru yang baik saja dan meninggalkan yang jelek.
e.        Menghormati dan mengakui agama lain yang biasa disebut dengan pluralisme agama, menghormati perbedaan pendapat harus kita terima, karena akan menjalin ikatan yang baik antar umat dan bila tidak terjalin  hubungan baik maka tujuan negara tidak akan tercapai yakni terciptanya perdamaian abadi antar Negara.  Oleh karena itu, agar tercapai tujuan dari negara kita dituntut untuk toleransi terhadap agam lain
 Dari kelima peran tadi, dapat dsimpulkan bahwa pendidikan agama bisa dijadikan tolak ukur untuk mengubah kesan negatif pada zaman modern yang mengorak-abrik moral bangsa dan apabila pendidikan agama ini benar-benar di pelajari lebih mendalam lagi dan diamalkannya  maka akan memberikan kesan positif bagi negara dan agama. Serta menjadikan anak -anak penerus bangsa yang  brintelektual tinggi dan berakhlaq mulia tanpa mencemaskan situasi dan kondisi yang memburuk. Selain itu, negara lain akan tertarik dengan bentuk- bentuk kita dalam menyikapi problem tantangan global, dan akan mengikiti apa yang telah dilakukan oleh negara kita.
  Oleh karenanya, negara harus ditata sedemikian rupa agar tidak terkalahkan oleh tantangan zaman modern. kemudian tumbuhkanlah semangat anak-anak bangsa dan janganlah berputus asa untuk mendapatkan yang terbaik bagi negara.
Berdasarkan berbagai hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan ke dalam hal-hal berikut ini:
1.       Pendidikan Agama sebagai suatu media atau wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran keagamaan, alat pembentukan kesadaran bangsa, alat meningkatkan taraf ekonomi, alat mengurangi kemiskinan, alat mengangkat status sosial, alat menguasai teknologi, serta media untuk menguak rahasia alam raya dan manusia.
2.       Pendidikan Agama bertujuan membentuk pribadi yang baik, mengembangkan seluruh potensi manusia baik jasmaniah maupun rohaniah, menumbuh suburkan hubungan harmonis setiap pribadi dengan Tuhan, manusia dan alam semesta dengan cara mengembangkan aspek struktural, kultural dan berupaya meningkatkan sumber daya manusia guna mencapai taraf hidup yang paripurna.
3.       Era globalisasi memunculkan era kompetisi yang berbicara keunggulan, hanya manusia unggul yang akan survive di dalam kehidupan yang penuh persaingan, karena itu salah satu persoalan yang muncul bagaimana upaya untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Membentuk manusia unggul partisipatoris, yakni manusia yang ikut serta secara aktif dalam persaingan yang sehat untuk mencari yang terbaik. Keunggulan partisipatoris dengan sendirinya berkewajiban untuk menggali dan mengembangkan seluruh potensi manusia yang akan digunakan dalam kehidupan yang penuh persaingan juga semakin tajam.
 
 


 


















BAB IV
PENUTUP
4.1  KESIMPULAN
Peran dan fungsi agama bagi manusia sangatlah berpengaruh terhadap kehidupannya,karena agama adalah suatu pedoman hidup seseorang untuk mencapai kebahagiaan dunia maupun akhiratnya
Salah satu tujuan agama adalah membentuk jiwa nya ber-budipekerti dengan adab yang sempurna baik dengan tuhan-nya maupun lingkungan masyarakat.semua agama sudah sangat sempurna dikarnakan dapat menuntun umat-nya bersikap dengan baik dan benar serta dibenarkan. keburukan cara ber-sikap dan penyampaian si pemeluk agama dikarnakan ketidakpahaman tujuan daripada agama-nya. memburukan serta membandingkan agama satu dengan yang lain adalah cerminan kebodohan si pemeluk agama.

4.2  SARAN
1.      Walaupun kita sebagai individu yang mengikuti perkembangan zaman tetapi yang baik kita harus tetap menjadikan agama sebagai landasan hidup dan tidak menjadikan ego kita sebagai penuntun hidup, karena ego kita seringkali bertolak belakang dengan norma norma yang berlaku.
2.      Sebaiknya kita harus bisa membagi waktu dengan sebaik-baiknya. Dengan maksud, jika pada saatnya beribadah gunakanlah waktu itu untuk beribadah, janganlah gunakan waktu itu untuk kepentingan yang lain. Karena biasanya, penyesalan itu akan datang pada saat akhir.








DAFTAR PUSTAKA

Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. II (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),

Rusli Karim, Agama, Modernisasi dan Sekulerisasi, Cet. I (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1994),

Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban-Sebuah Telaah Kritis Tentang masalah keimanan, kemanusiaan, dan kemoderenan, Cet. Ke- 2; Jakrta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, PT Remaja Rosdakarya., Bandung., TTh.
Hendropuspito, Drs, Sosiologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 1983

Thomas F O’dea, Sosiologi Agama : Suatu Pengenalan Awal, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996


http://retnasuria-w.blogspot.com/2012/09/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Budi Winarno. 2008. Globalisasi Peluang atau Ancaman bagi Indonesia. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Drs. Ishomuddin, M.Si. 2002. Sosiologi Agama. Jakarta: Ghalia Indonesia
Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A.2012. Filsafat Agama. Jakarta : Rajawali Pers
Prof. Dr. H.Jalaludin. 2010. Psikologi Agama. Jakarta: Rajawali Pers
http://www.fe.unpad.ac.id/id/arsip-fakultas-ekonomi-unpad/opini/2272-agama-dan-globalisasi
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/24546/prosiding_keluarga_menyongsong_abad_21-5.pdf


Tidak ada komentar: