cari

Dampak pernikahan dini terhadap Remaja



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan diakui atau tidak telah membawa pergeseran pada budaya kita. Masyarakat tradisional yang sosial normatif perlahan tapi pasti berubah menjadi masyarakat modern yang berprinsip individual. yang Akhir-akhir ini marak terjadi pernikahan dini pada kalangan remaja. Pengajaran untuk hidup madiri diterima sebagai pengajaran hidup individual yang menuntut kebebasan individu penuh. Kesadaran untuk menghormati setiap individu membuat masyarakat lebih mudah membiarkan, terhadap berbagai termasuk terhadap pelanggaran-pelanggaran norma-norma masyarakat yang ada.
Kemajuan menciptakan ketahanan pangan, dan peningkatan kulaitas pangan memberi dampak yang baik, terhadap pemenuhan gizi terhadap masyarakat dan khususnya anak. Gizi yang cukup memberikan tumbuh kembang yang baik terhadap anak, sehingga pertumbuhan fiksiknya dapat bertumbuh lebih cepat dari generasi sebelumnya. Fungsi hormon dalam tubuhnya berfungsi baik sehingga secara fisik merka cepat tumbuh menjadi dewasa. Kedewasaan fisik memicu kematangan seksual pada remaja saat ini, yang belum tentu dimbangi kedewasaan sosial dan intelektual. Sehingga sering terjadi dimasyarakat fenomena pernikahan dini.
Bila dikaji lebih dalam lagi, fenomena ini akan beruntut pada masalah sosial lainnya. Sebut saja kehamilan yang tidak diinginkan/ ketidaksiapan pasutri untuk membentuk keluarga baru yang ujungnya berakhir dengan perceraian, tindak kriminal aborsi, risiko PMS (penyakit menular seks), serta perilaku a-sosial lainnya. Tidak menutup kemungkinan pekerja seksual juga muncul dari ”budaya kebablasan” ini.
Sederet pertanyaan dan kekhawatiran pun muncul dari realitas sosial tersebut. Nikah di usia remaja, mungkinkah? Siapkah mental dan materinya? Bagai­mana respon masya­rakat? Apa tidak meng­ganggu sekolah? Dan masih banyak sederet pertanyaan lainnya.
Pada kalangan remaja pernikahan dini dianggap sebagai jalan keluar untuk menghindari dosa, yaitu seks bebas. Ada juga yang melakukannya karena terpaksa, dan karena hamil di luar nikah. Fenomena tersebut cukup sering kita dengar.Pendapat tersebut mungkin ada benarnya. Namun bukankah pernikahan itu tidak hanya sekadar ijab qabul, dan menghalalkan yang haram. Melainkan kesiapan moril dan materil untuk mengarungi dan berbagi apapun kepada pasangan tercinta. Jadi bagaimana akan menikah di usia muda bila bekal (moril maupun materil) belum cukup?
Dari latar belakang tersebutlah, penulis membuat artikel yang berjudul "Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja".

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat kita kaji dari latar belakang tersebut antara lain :
1. Faktor apa saja yang menyebabkan pernikahan dini?
2. Apa saja dampak pernikahan dini?
3. Bagaimana cara meminimalisasi terjadinya pernikahan dini di kalangan
remaja?

1.3  Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penulisan kaya tulis ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui faktor penyebab remaja terpeleset dalam pernikahan dini
2. Mengetahui seberapa besar dampak pernikahan dini
3. Menjelasakan langkah yang bisa ditempuh untuk meminimalisir terjadinya
pernikahan dini.

1.4 Manfaat Penulisan
Melalui tulisan ini kami selaku penulis mengharapkan:
1.      Memberi informasi kepada pembaca khususnya remaja tentang penyebab dan dampak pernikahan dini
2.      Memberikan informasi tentang besarnya dampak pernikahan terhadap remaja.
3.      Memberi informasi kepada para pembaca bahwa penelitian ini dapat digunakan untuk menyikapi, menanggulangi, dan menyadarkan para remaja
1.5  Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian penulis menggunakan metode studi kepustakaan merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.
 

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Istilah   
2.1.1 Definisi Pernikahan
Berikut ini adalah beberapa definisi pernikahan menurut beberapa sumber dan para ahli:        
1.      Pengertian pernikahan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, memberikan devinisi perkawinan sebagai berikut:“Perkawinan adalah Ikatan lahir bathin antara seorang Pria dan seorang wanita sebagai Suami-Isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa “
2.      Sigelman (2003) mendefinisikan perkawinan sebagai sebuah hubungan antara dua orang yang berbeda jenis kelamin dan dikenal dengan suami istri. Dalam hubungan tersebut terdapat peran serta tanggung jawab dari suami dan istri yang didalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan seksual, dan menjadi orang tua.
3.      Menurut Dariyo (2003) perkawinan merupakan ikatan kudus antara pasangan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki umur cukup dewasa. Pernikahan dianggap sebagai ikatan kudus (holly relationship) karena hubungan pasangan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan telah diakui secara sah dalam hukum agama.
Dari beberapa pengertian perkawinan atau pernikahan diatas maka penulis mendefinisikan perkawinan sebagai sebuah ikatan kuat antara laki-laki dan perempuan untuk menjalin kebersamaan dalam menjalani hidup  untuk saling melengkapi dalam pemenuhan kebutuhan keduanya. Hubungan ini diikat dalam landasan hukum dan agama.

2.1.2 Definisi Pernikahan Dini
Pengertian pernikahan dini adalah sebuah bentuk ikatan/pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah. Jadi sebuah pernikahan di sebut pernikahan dini, jika kedua atau salah satu pasangan masuk berusia di bawah 18 tahun (masih berusia remaja).

2.1.3 Definisi Remaja 
Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa transisi.
Dan kenakalan remaja sendiri oleh para ahli didefinisikan sebagai berikut:
Menurut Kartono, ilmuwan sosiologi “Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”.
Sedangkan menurut Santrock “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.”
2.2 Perkembangan Tingkat Perkawinan Dini
pernikahan dini di Indonesia mencapai 50 juta penduduk dengan rata-rata usia perkawinan 19,1 tahun. Di Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jambi, dan Jawa Barat, angka kejadian pernikahan dini berturut-turut 39,4%, 35,5%, 30,6%, dan 36%. Bahkan di sejumlah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak perempuan mendapat haid pertama.2 Menikah di usia kurang dari 18 tahun merupakan realita yang harus dihadapi sebagian anak di seluruh dunia, terutama negara berkembang.3-6 Meskipun Deklarasi Hak Asasi Manusia di tahun 1954 secara eksplisit menentang pernikahan anak, namun ironisnya, praktek pernikahan usia dini masih berlangsung di berbagai belahan dunia dan hal ini merefleksikan perlindungan hak asasi kelompok usia muda yang terabaikan.3 Implementasi UndangUndangpun seringkali tidak efektif dan terpatahkan oleh adat istiadat serta tradisi yang mengatur norma sosial suatu kelompok masyarakat
Angka pernikahan dini yang tinggi masih menjadi salah satu masalah kesetaraan jender di Indonesia. Menurut hasil riset Plan Indonesia pada 2011, satu dari tiga perempuan berusia 13-18 tahun telah melakukan pernikahan. Dari angka tersebut, hanya 5 persen perempuan yang berkesempatan melanjutkan pendidikannya. Plan Indonesia adalah organisasi internasional yang fokus pada perbaikan kehidupan anak- anak tidak mampu, terutama untuk mendapatkan akses kesehatan, pendidikan, sanitasi, dan perlindungan. Plan kini berada di 50 negara berkembang di Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Di Indonesia, organisasi ini beroperasi sejak 1969. Direktur Plan Indonesia Mingming Remata-Evora mengatakan, kasus pernikahan dini menjadi penghambat terbesar anak perempuan Indonesia mendapatkan kualitas hidup yang setara dengan pria. Menurut dia, terdapat tiga masalah utama penyebab terjadinya pernikahan dini, yaitu faktor budaya, ekonomi, dan akses pendidikan.


















BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pernikahan Dini
Pernikahan Dini adalah adalah sebuah bentuk ikatan/pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 20 tahun atau sedang mengikuti pendidikan di sekolah menengah atas. Jadi sebuah pernikahan di sebut pernikahan dini, jika kedua atau salah satu pasangan masuk berusia di bawah 20 tahun (masih berusia remaja).
Pernikahan dini juga diartikan sebagai instituisi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan keluarga. Yang kedua yaitu menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono. Beliau mengartikan pernikahan dini adalah sebuah nama yang lahir dari komitmen moral dan keilmuan yang sangat kuat, sebagai sebuah solusi alternatif.
Menikah dini hakikatnya adalah menikah juga, hanya saja dilakukan oleh mereka yang masih muda dan segar, seperti para pelajar, mahasiswa atau mahasiswi yang masih kuliah. Maka dari itu hukum yang berkaitan dengan nikah dini ada yang secara umum harus ada pada semua pernikahan, namun ada pula hukum yang memang khusus yang bertolak dari kondisi khusus, seperti kondisi pelajar yang masih sekolah, bergantung pada orang tua dan belum mempunyai penghasilan sendiri, mahasiswa yang masih kuliah yang mungkin belum mampu memberi nafkah.



3.2  Faktor Penyebab Pernikahan Dini
Ada banyak faktor yang menjadi sebab terjaninya pernikahan dini. Dari banyak sumber yang didapat penulis berikut ini adalah beberapa sebab yang paling umum menjadi sebab-sebab kasus pernikahan dini.
1.      Faktor Keluarga
Kian maraknya seks bebas di kalangan remaja dan dewasa muda, maupun meningkatnya angka aborsi setidaknya menjadi indikator tingkat pergaulan bebas sudah berada pada tahap mengkhawatirkan dan harus segera dipikirkan solusinya.
Salah satu jalan, walaupun bukan yang mutlak adalah menikahkan pasangan remaja di usia dini. Artinya, bagi mereka yang telah mantap dengan pasangannya, dianjurkan untuk segera meresmikannya dalam sebuah ikatan pernikahan. Sekalipun keduanya masih menempuh pendidikan atau di bawah usia ideal. Hal ini untuk menghindari dampak buruk dari keintiman hubungan lawan jenis.
Ada juga penyebabnya karena terpaksa. Hal itu terjadi pada orang tua yang masih belum paham pentingnya pendidikan. Para orang tua memaksa anak mereka untuk segera menikah. Hal itu biasanya terjadi setelah remaja lulus SMP atau bahkan belum. Mereka menganggap, pendidikan tinggi itu tidak penting. Bagi mereka, lulus SD saja sudah cukup, seperti halnya yang sering kami amati khusunya di daerah Lombok bahkan ada salah satu daerah di bagian timur pulau Lombok yang menjadikan pernikahan dini sebagai tradisi yang sering disebut “Merarik Kodeq” dimana para orang tua akan menikahkan anaknya ketika anaknya beranjak remaja, dan seperti halnya sekarang banyak terjadi pernikahan dini di berbagai daerah terutama sekolah-sekolah,sebagian besar menganggap itu biasa.
Peran keluarga sangatlah penting disebabkan dalam keluarga, remaja sudah sedari dini diajarkan dan di tanamkan tentang norma-norma namun dilain pihak masih tetap ada orang tua yang masih kurang dalam memberikan pendidikan tentang norma,disebabkan karena kesibukan dalam bekerja khususnya,sehingga menyebabkan anak menjadi kurang kontrol, dan terjebak dalam pergaulan bebas dan kemudian terjerumus kedalam pernikahan dini. Keluarga, perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja, pendidikan yang salah di keluarga pun seperti memanjakan anak atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja. (Novi Anggraini S.Pd.,Guru BK SMA Negeri 1 Kopang)
2.      Faktor Pribadi
Keluarga tidak hanya faktor penyebab pernikahan dini tapi semua itu datang dari diri sendiri karena meskipun orang tua telah berupaya untuk menanamkan dan mengajarkan tentang norma-norma , tetapi tidak adanya kesadaran yang timbul dari diri sendiri itu percuma . satu penyebabnya dari faktor pribadi adalah karena seks bebas yang mengakibatkan hamil duluar nikah. Sehingga akhirnya mereka melakukan pernikahan dini  untuk menutupi dosa tersebut. Adapun penyebab dari faktor pribadi yang lain yaitu, dikarenakan corak pergaulan remaja telah banyak menyimpang dari norma-norma yang ada, terutama norma agama.  remaja menganggap pernikahan dini sebagai jalan keluar untuk menghindari dosa, yaitu seks bebas. sehingga tanpa disadari pernikahan hanya sebagai alasan melegalkan dorongan seksual, tanpa memikirkan dampak-dampak yang ditimbulkan akibat pernikahan tersebut.
Di samping itu, ambisi menjadi salah satu faktor adanya pernikahan dini yang berhubungan dengan pribadi individu tersebut. Keinginan mereka untuk segera merasakan kehidupan berumah tangga membuat mereka mengambil keputusan yang terkadang tanpa dibarengi dengan pertimbangan yang bijak, terkadang orientasi remaja bukanlah orientasi berumah tangga, namun lebih cenderung pada tendensi seksualnya saja. Inilah yang memunculkan dampak negatif yang sering kita temui.

3.      Faktor Ekonomi
Terjadi pada masyarakat yang tergolong menengah ke bawah. Biasanya berawal dari ketidakmampuan mereka melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang yang lebih tinggi.
Terkadang mereka hanya bisa melanjutkan sampai sekolah menengah saja atau bahkan tidak bisa mengenyam sedikitpun kenikmatan pendidikan, sehingga menikah merupakan sebuah solusi dari kesulitan yang mereka hadapi. Terutama bagi perempuan, dimana kondisi ekonomi yang sulit, para orangtua lebih memilih mengantarkan putri mereka untuk menikah, karena paling tidak sedikit banyak beban mereka akan berkurang. Tetapi berbeda bagi anak laki-laki yang mempunyai peran dalam kehidupan berumah tangga sangatlah besar, sehingga bagi kaum adam minimal harus mempunyai ketrampilan terlebih dahulu sebagai modal awal membangun rumah tangga mereka. Bagai sebuah keluarga yang miskin, pernikahan usia dini dapat menyelamatkan masalah sosial ekonomi keluarga.


4.      Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan dimana remaja mengalami interaksi antar sesamanya. Lingkungan pula yang turut menyebakan remaja akan masuk melalui dua jalur, baik jalur yang naik ataupun yang buruk. Lingkungan disini mencakup lingkungan social dan lingkungan sekolah. Terkadang karena besarnya pengaruh lingkungan sebaya khususnya menyebabkan individu/ remaja justru lebih mempercayai kawan dari pada orang tua yang tak jarang membuat mereka kebablasan.

5.      Faktor Media
Faktor media adalah salah satu factor yang berpengaruh cukup besar, sebut saja internet. Dalam dunia internet para remaja rentan menemukan hal-hal yang berbau negative. Dalam internet informasi yang benar-benar dapat langsung diterima tetapi harus melalui proses selektif. Selain itu berbagai macam tayangan televisi saat ini, khususnya tentang drama, sinetron dan kisah-kisah percintaan ala remaja lainnya, yang tanpa sadar membuat para remaja terpengaruh oleh tayangan tersebut.

6.      Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan akan tersesat pada perilaku “nakal”. Namun apabila tidak bisa mengembangkan control diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuanya.



3.3  Hukum-Hukum tentang Pernikahan Dini
Dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal 1 merumuskan pengertian pernikahansebagai berikut : “Pernikahan ialah ikatan lahir antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pernikahan merupakan salah satu aktivitas individu. Aktivitas individu umumnya akan terkait pada suatu tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan demikian pula dalam hal pernikahan. Karena pernikahan merupakan suatu aktivitas dari satu pasangan, maka sudah selayaknya merekapun juga mempunyai tujuan tertentu. Penafsiran mengenai sahnya pernikahan yang dianut oleh UU No 1 Tahun 1974 menunjuk pada penafsiran secara sistematis, yaitu menafsirkan sahnya pernikahan dengan menghubungkan ketentuan pasal 2 ayat (1) UU No 1 tahun 1974 dengan ketentuan yang mengatur mengenai syarat pernikahan dari pasal 6 sampai dengan pasal 12 UU No. 1 TAHUN 1974 sampai dengan pasal 12 UU No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 10 ayat (1, 2, 3) PP No. 9 T ahun 1975 jo. UU No 23 Tahun 2006 tentang administrasi kependudukan dengan kata lain sahnya pernikahan apabila pernikahan dimaksud dilakukan dengan mengikuti tatacara Hukum agama.
Menurut hukum agama pernikahan adalah suatu perbuatan yang suci atauperikatan antara dua belah pihak yaitu pihak pria dan pihak wanita dalam memenuhi perintah dan anjuran Yang Maha Esa, agar kehidupan keluarga serta berkerabat bisa berjalan dengan baik sesuai dengan anjuran agamanya.
sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga secara sah dimana didalamnya terdapat Jadi dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan penyatuan hubungan antara seorang pria dan wanita pemenuhan kebutuhan biologis, kebutuhan afeksional dan adanya pembagian peran sebagai pasangan yang telah menikah
Menurut Diane E. Papalia dan Sally Wendkos dalam bukunya Human Development 1995, mengemukakan bahwa usia terbaik untuk melakukan pernikahan bagi perempuan adalah 19 sampai dengan 25 tahun, sedangkan untuk laki-laki usia 25 sampai 28 tahun diharapkan sudah menikah. Karena ini adalah usia terbaik untuk menikah baik untuk memulai kehidupan rumah tangga maupun untuk mengasuh anak pertama.
Dalam hukum  islam batas umur untuk melaksanakan pernikahan tidak disebutkan dengan pasti, hanya disebutkan bahwa baik pria maupun wanita supaya sah melaksanakan akad-nikah harus sudah “baliq” (dewasa) dan mempunyai kecakapan sempurna.
Sementara menurut Dr. Sarlito Wirawan Sarwono (Guru Besar Psikologi yang mendalami bidang Psikologi Sosial), dalam usia kurang dari 21 tahun seorang anak, jika mau menikah harus seizin orang tua, dan KUA (Kantor Urusan Agama) tidak akan menikahkan mereka sebelum ada izin dari orang tua. Suatu pernikahan tanpa seizin orang tua, dimana salah satu dari mereka berusia kurang dari 21 tahun, maka pernikahannya tidak sah. Kecuali mereka telah mendapat izin dari pengadilan berupa dispensasi pengadilan yang mereka ajukan sendiri. (pasal 6 ayat 2 UU No. 1/1974).




3.4 Dampak Pernikahan Dini
1)      Dampak Biologis
Karena belum matang secara utuh dalam melakukan reproduksi, remaja yang melakukan pernikahan dini rentan terserang penyakit, antara lain :
2)      Kanker Leher Rahim
Perempuan yang menikah dibawah umur 20 th beresiko terkena kanker leher rahim. Pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang. Kalau terpapar human papiloma virus atau HPV pertumbuhan sel akan menyimpang menjadi kanker.
Gejala awal perlu diwaspadai, keputihan yang berbau, gatal serta perdarahan setelah senggama. Jika diketahui pada stadium sangat dini atau prakanker, kanker leher rahim bisa diatasi secara total. Untuk itu perempuan yang aktif secara seksual dianjurkan melakukan tes Papsmear 2-3 tahun sekali.
3)      Anemia Selagi Hamil
4)      Rentan Terjadi Keguguran
a.       Dampak psikologis. Labilnya mental remaja memicu berbagai macam problema psikis, antara lain :
1)      Neoritis Deperesi
Depresi berat atau neoritis depresi akibat pernikahan dini ini, bisa terjadi pada kondisi kepribadian yang berbeda. Pada pribadi introvert (tertutup) akan membuat si remaja menarik diri dari pergaulan. Dia menjadi pendiam, tidak mau bergaul, bahkan menjadi seorang yang schizoprenia atau dalam bahasa awam yang dikenal orang adalah gila. Sedang depresi berat pada pribadi ekstrovert (terbuka) sejak kecil, si remaja terdorong melakukan hal-hal aneh untuk melampiaskan amarahnya. Seperti, perang piring, anak dicekik dan sebagainya. Dengan kata lain, secara psikologis kedua bentuk depresi sama-sama berbahaya.
Dalam pernikahan dini sulit membedakan apakah remaja laki-laki atau remaja perempuan yang biasanya mudah mengendalikan emosi. Situasi emosi mereka jelas labil, sulit kembali pada situasi normal. Sebaiknya, sebelum ada masalah lebih baik diberi prevensi daripada mereka diberi arahan setelah menemukan masalah. Biasanya orang mulai menemukan masalah kalau dia punya anak. Begitu punya anak, berubah 100 persen. Kalau berdua tanpa anak, mereka masih bisa enjoy, apalagi kalau keduanya berasal dari keluarga cukup mampu, keduanya masih bisa menikmati masa remaja dengan bersenang-senang meski terikat dalam tali pernikahan.
Usia masih terlalu muda, banyak keputusan yang diambil berdasar emosi atau mungkin mengatas namakan cinta yang membuat mereka salah dalam bertindak. Meski tak terjadi Married By Accident (MBA) atau menikah karena "kecelakaan", kehidupan pernikahan pasti berpengaruh besar pada remaja. Oleh karena itu, setelah dinikahkan remaja tersebut jangan dilepas begitu saja.
Konflik yang berujung perceraian
Sibuknya seorang remaja menata dunia yang baginya sangat baru dan sebenarnya ia belum siap menerima perubahan ini. Positifnya, ia mencoba bertanggung jawab atas hasil perbuatan yang dilakukan bersama pacarnya. Hanya satu persoalannya, pernikahan usia dini sering berbuntut perceraian. Mampukah remaja itu bertahan?
Ada apa dengan cinta? Mengapa pernikahan yang umumnya dilandasi rasa cinta bisa berdampak buruk, bila dilakukan oleh remaja?
Kestabilan emosi umumnya terjadi pada usia 24 tahun, karena pada saat itulah orang mulai memasuki usia dewasa. Masa remaja, boleh di bilang baru berhenti pada usia 19 tahun. Dan pada usia 20 - 24 tahun dalam psikologi, dikatakan sebagai usia dewasa muda atau lead edolesen. Pada masa ini, biasanya mulai timbul transisi dari gejolak remaja ke masa dewasa yang lebih stabil. Maka, kalau pernikahan dilakukan di bawah 20 tahun secara emosi si remaja masih ingin bertualang menemukan jati dirinya.
Bayangkan kalau orang seperti itu menikah, ada anak, si istri harus melayani suami dan suami tidak bisa ke mana-mana karena harus bekerja untuk belajar tanggung jawab terhadap masa depan keluarga. Ini yang menyebabkan gejolak dalam rumah tangga sehingga terjadi perceraian, dan pisah rumah.

3.5 Cara Meminimalisasi Pernikahan Dini (Solusi)
Tentunya yang menjadi penekanan solusi di sini adalah bagaimana remaja benar-benar memahami konsep diri. Cara yang dapat di tempuh untuk hal tersebut antar lain :
1.      Aktiv Dalam Berbagai Kegiatan Positiv
Dengan mengikuti kegiatan ekstra ,remaja cendrung memiliki etika yang baik dan sopan, pemikiran jauh lebih maju dan kritis, serta bisa mengkontrol emosi hal ini dikarenakan karena remaja yang ikut kegiatan akan sibuk dengan pendidikan non formal yang ia ikuti, mereka di didik untuk disipli, trampil, dan mampu bertanggung jawab sehingga dengan itu dapat meningkatkan kesadaran diri dan membuat mereka mampu bertindak dengan penuh perhitungan/pemikiran yang matang.
2.      Menyibukkan Diri dengan Belajar
Remaja yang menyibukan dirinya dengan belajar cendrung menutup diri dari halhal yang akan menjerumuskan dirinya kepada hal-hal yang berbau negatif, waktunya tidak untuk hal-hal yang tidak berguna atau sia-sia. Mengisi Waktu Kosong Dengan Kegiatan Positif ( Buat Anak Remaja ) remaja yang membuang waktu kalian dengan malas - malasan atau keluyuran tidak jelas yang nantinya bisa terjerumus kedalam pergaulan bebas lebih baik gunakan waktu kegiatan positif seperti belajar, sembahyang, belajar ke agamaan atau membuat kegiatan sosial lainnya yang berguna seperti mengumpulkan bantuan untuk korban bencana alam.
3.      Memilih Teman yang Baik
Remaja adalah mahluk sosial yang tak lepas dari peran orang lain dalam kehidupannya, salah satunya dalam hal ini adalah teman sepermainan yang baik , Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orang tua member arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul. Dengan bergaul atau punya banyak teman memang akan memberikan kemudahan bagi anda untuk menjalani hidup, tapi jangan sampai salah bergaul. Oleh karena itu sebelum anda memutuskan berteman dengan orang cari tahu dulu apakah orang yang akan menjadi teman anda itu akan membawa pengaruh atau dampak baik buat hidup anda kedepannya.

4.      Peran aktif orangtua
Peran orang tua sangat penting dalam mengotrol anak namun tidak over agar remaja merasa masih diberi kepercayaan dan tidak merasa terintimidasi. Kemauan orang tua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, kominikatif, dan nyaman bagi remaja.

5.      Peranan Aktif Sekolah
Perlu di masukkan dan di galakkan nya peran guru BK, misalnya dalam berbagai macam sosialisasi yang berkala demi menumbuhkan konsep diri yang baik bagi remaja.
6.      Menciptakan lingkungan Yang Baik
jika anak anda di tempatkan atau tinggal di lingkungan yang tidak baik maka kemungkinan anak anda menjadi tidak baik juga sangat besar, karena bagaimanapun selain keluarga yang mempengaruhi perkembangan anak adalah lingkungan.
Karena itu masyarakat secara luas haruslah sadar untuk membentuk lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang anak, yang berorientasi pada ahklak mulia, pendidikan dan pengetahuan, sehingga menjauhkan anak-anak dari pengaruh negatif.




BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari pembahasan dari bab sebelumnya kita telah belajar mengenai pernikahan dini dan ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.      Beberapa faktor yang menjadi penyebab pernikahan dini adalah: kurangnya perhatian keluarga, ketidakdewasaan pribadi, keadaan ekonomi, pengaruh buruk lingkungan dan media.
2.      Dampak negatif dari pernikahan dini terhadap remaja adalah sebagai berikut: memunculkan berbagai ancaman kesehatan, kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan dan perceraian.
3.      Beberapa langkah yang bisa diambil untuk menanggulangi tingkap perkawinan dini adalah sebagai berikut: kesadaran diri dan keluarga, mencari teman yang baik, menciptakan lingkungan baik, dan aktif dalam berbagai kegiatan positif dan belajar.

4.2 Saran
Dari kesimpulan diatas maka penulis memberikan beberapa saran berikut:
1.      Membentuk keluarga dan pribadi yang positif, baik dalam berkomunikasi dan penggunaan media komunikasi.
2.      Menghindari pernikahan dini dari remaja dan untuk alasan apapun.
3.      Peran aktif keluarga dan lingkungan dalam membentuk lingkungan yang kondusif untuk tumbuh kembang anak dan remaja.
DAFTAR PUSTAKA

Erik Arianto.2008.Konsep Diri. Http://erikarianto.wordpress.com.5 Halaman.8 November 2013
Dian Luthfiyati.2008. Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 Tahun). Http://ninael-firdaus.blogspot.com.13 Halaman.5 November 2013
Haryanto, S.Pd.2011. Kenakalan Remaja.http://belajarpsikologi.com/kenakalan-remaja.6  Halaman.9 November 2013




Tidak ada komentar: