cari

pengaruh sosial ekonomi keluarga terhadap kenakalan remaja



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Mungkin jika kita sering melihat berita di televisi ataupun media masa lain, akhir-akhir ini banyak sekali kasus baik kriminal maupun asusila yang melibatkan para remaja. Berbagai motif yang menjadi penyebab namun motif ekonomi masih yang menjadi alasan yang paling sering diungkapkan oleh para pelaku.
Masa remaja dikatakan sebagai suatu masa yang berbahaya, karena pada periode itu seseorang meninggalkan tahap kehidupan kanak-kanak untuk menuju tahap selanjutnya yaitu tahap kedewasaan. Masa ini dirasakan sebagai suatu krisis karena belum adanya pegangan, sedangkan kepribadiannya mengalami pembentukan. Perubahan fisik dan psikis yang sangat cepat menyebabkan perubahanperubahan yang sangat cepat pula pada diri remaja, seperti meningkatnya emosi, perubahan terhadap minat dan peran, perubahan pola perilaku, rasa ingin tahu yang menonjol, nilai-nilai dan sikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Remaja diharapkan dapat mengubah sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa.
Masa remaja dituntut untuk melakukan perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku. Masa remaja merupakan suatu masa belajar yang meliputi bidang intelijensia, sosial, maupun lain-lain yang berhubungan dengan kepribadiannya. Pada tahap ini seorang remaja memerlukan peran dari keluarga untuk membentuk watak dan kepribadian remaja hingga menjelang dewasa. Orangtua yang berhasil menjalankan peran dan fungsinya adalah orangtua yang memiliki kemampuan untuk memberikan kesejahteraan pada anaknya dan tentunya hal ini tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi yang dimiliki oleh keluarga.
Kenakalan remaja dapat dikaitkan dengan pengaruh kondisi sosial ekonomi rumah tangga. Remaja yang berasal dari keluarga dengan kondisi sosial ekonomi rendah, masalah inti yang mereka hadapi adalah tidak mampu bersaing dengan remaja dari kalangan atas disebabkan karena kurangnya hak-hak mendapatkan keistimewaan dan fasilitas materil. Maka untuk memainkan fungsi sosial tertentu dan untuk memberikan arti bagi eksistensi hidupnya, juga untuk mengangkat martabat dirinya serta untuk menegakkan fungsi egonya mereka lalu melakukan perbuatan kenakalan. Sementara remaja dari keluarga mapan secara ekonomi dilingkungan real estate cenderung, kurang menghargai orang lain, sombong, anti sosial dan terkesan suka berpesta dan hura-hura.
Hal diatas merupakan alasan yang melatar belakangi dan menarik peneliti untuk meneliti “Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja”.

1.2   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dan untuk memper mudah penelitian maka diambil rumusan masalah sebagai berikut ini:
1.      Bagaimana Pengaruh Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja?
2.      Bagai mana upaya agar sosial ekonomi keluarga tidak mempengaruhi menimbulkan kenakalan remaja?

1.3  Tujuan Penelitian
Yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1.      Mengetahui pengaruh sosial ekonomi keluarga terhadap kenakalan remaja?
2.      Mengetahui upaya yang dilakukan untuk mencegah pengaruh sosial ekonomi keluarga agar tidak menimbulkan remaja?

1.4  Hipotesis
Hipotesis Kerja (H1)  ” Remaja dari keluarga tidak mampu karena tuntutan kehidupan akan mudah melakukan penyimpangan sosial begitupula dengan remaja dari keluarga yang bergelimang harta dengan berbagai fasilitas dan kebebasan juga akan mudah melakukan penyimpangan sosial ”.
Hipotesis Nihil (H0) ” Remaja dari keluarga kekurang yang tidak mampu memenuhi tuntutan hidup maupun remaja dari keluarga kaya raya tidak mudah melakukan penyimpangan sosial 









BAB II
LANDASAN TEORI
2.1   Uraian Tentang Pengertian Sosial Ekonomi
Kata sosial berasal dari kata “socius” yang artinya kawan (teman). Dalam hal ini arti kawan bukan terbatas sebagai teman sepermainan, teman sekelas, teman sekampung dan sebagainya. Yang dimaksud kawan disini adalah mereka (orang-orang) yang ada di sekitar kita, yakni yang tinggal dalam satu lingkungan tertentu dan mempunyai sifat yang saling mempengaruhi (Wahyuni, 1986 : 60). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat (KBBI, 2002 : 1454). Sedangkan kata sosial menurut Depsos adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti, sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur tindakantindakan yang dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat. Sehingga dengan demikian, sosial haruslah mencakup lebih dari seorang individu yang terikat pada satu kesatuan interaksi, karena lebih dari seorang individu berarti terdapat hak dan kewajiban dari masing-masing individu yang saling berfungsi satu dengan lainnya (http://www.depsos.go.id/).
Sedangkan istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “oikos” yang artinya rumah tangga dan “nomos” yang artinya mengatur. Jadi secara harfiah ekonomi berarti cara mengatur rumah tangga. Ini adalah pengertian yang paling sederhana. Namun seiring dengan perkembangan dan perubahan masyarakat,   maka pengertian ekonomi juga sudah lebih luas. Ekonomi juga sering diartikan sebagai cara manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi dapat dikatakan bahwa ekonomi bertalian dengan proses pemenuhan keperluan hidup manusia sehari-hari (http://id.wikipedia.org/Ilmu_ekonomi). Menurut istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti segala sesuatu tentang azas-azas produksi, distribusi dan pemakaian barangbarang serta kekayaan (seperti perdagangan, hal keuangan dan perindustrian) (KBBI, 2002 : 379). Dari beberapa pengertian di atas, dapatlah disimpulkan bahwa sosial ekonomi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain dalam sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan yang dimaksud berkaitan dengan penghasilan. Hal ini disesuaikan dengan penelitian yang dilakukan. Kehidupan sosial ekonomi harus di pandang sebagai sistem (sistem sosial) yaitu satu keseluruh bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berhubungan dalam suatu kesatuan. Kehidupan sosial adalah kehidupan bersama manusia atau kesatuan manusia yang hidup dalam suatu pergaulan. Interaksi ini pertama sekali terjadi pada keluarga dimana ada terjadi hubungan antara ayah, ibu dan anak. dari adanya interaksi antara anggota keluarga maka akan muncul hubungan dengan masyarakat luar.
Pola hubungan interaksi ini tentu saja di pengaruhi lingkungan dimana masyarakat tersebut bertempat tinggal. Di dalam masyarakat pedesaan kita ketahui interaksi yang terjadi lebih erat dibandingkan dengan perkotaan. Pada masyarakat yang hidup diperkotaan hubungan interaksi biasanya lebih dieratkan   oleh status, jabatan atau pekerjaan yang dimiliki. Hal ini menyebabkan terjadinya stratifikasi sosial di dalam masyarakat. Keberadaan seperti hal diatas mempengaruhi gaya hidup seseorang, tentu saja termasuk dalam berperilaku dan dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Seperti yang dikatakan oleh beberapa ahli mengenai konsumsi dan gaya hidup. Konsumsi terhadap suatu barang menurut Weber merupakan gambaran hidup dari kelompok atau status tertentu (Kartono, 1992 : 137). Melly. G. Tan mengatakan untuk melihat kedudukan sosial ekonomi adalah pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarkan ini masyarakat itu dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang dan tinggi (Tan dalam Koentjaraningrat, 1981 : 35).
1. Golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Yaitu masyarakat yang menerima pendapatan lebih rendah dari keperluan untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal. Untuk memenuhi tingkat hidup yang minimal, mereka perlu mendapatkan pinjaman dari orang lain. Karena tuntutan kehidupan yang keras, kehidupan remajanya menjadi agresif. Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku putra-putrinya, sehingga remaja cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri.
2. Golongan masyarakat berpenghasilan sedang. Yaitu pendapatan yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok dan tidak dapat menabung.  
3. Golongan masyarakat berpenghasilan tinggi. Yaitu selain dapat memenuhi kebutuhan pokok, juga sebagian dari pendapatannya itu dapat ditabungkan dan digunakan untuk kebutuhan yang lain. Remaja dalam golongan ini sering berada dalam kemewahan yang berlebihan. Remaja dengan mudahnya mendapatkan segala sesuatu. Membuatnya kurang menghargai dan menganggap sepele, yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat terjerumus dalam lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu manja, lemah secara mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat. Situasi demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan perbuatan yang bersifat melanggar.
2.2  Pengertian Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana pun tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Selain itu remaja juga berubah secara kognitif dan mulai mampu berpikir abstrak seperti orang dewasa. Pada periode ini pula remaja mulai melepaskan diri secara emosional dari orangtua dalam rangka menjalankan peran sosialnya yang baru sebagai orang dewasa (Clarke-Stewart & Friedman, dalam Agustiani, 2006 : 28). Remaja berasal dari kata adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 1992 : 203). Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, memberikan batasan usia remaja Indonesia antara 11-24 tahun dan belum menikah, dengan pertimbangan sebagai berikut :
1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik).    
2. Di banyak masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).
3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan jiwa seperti tercapainya identitas diri (kriteria psikologik).
4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal yaitu untuk memberikan peluang bagi mereka mempunyai hak-hak yang penuh sebagai orang dewasa.
5. Dalam defenisi di atas status perkawinan sangat menentukan. Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan dewasa (Sarwono, 2000 : 14).
Sedangkan masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir (Hurlock, dalam Ali, 2004 : 9).
Pada tahun 1974, World Health Organization (WHO) memberikan defenisi tentang remaja yang bersifat konseptual. Dalam defenisi tersebut dikemukakan 3 kriteia yang biologik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap defenisi tersebut berbunyi sebagai berikut : Remaja adalah suatu masa dimana :
1. Individu berkembang dari saat pertama sekali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.    
2. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
3. terjadi perubahan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2000 : 9)
2.3 Kenakalan Remaja Sebagai Masalah Sosial
Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh.
Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang. Untuk mengetahui latar belakang perilaku menyimpang perlu membedakan adanya perilaku menyimpang yang tidak disengaja dan yang disengaja, diantaranya karena si pelaku kurang memahami aturan-aturan yang ada. Sedangkan perilaku yang menyimpang yang disengaja, bukan karena si pelaku tidak mengetahui aturan. Hal yang relevan untuk memahami bentuk perilaku tersebut, adalah mengapa seseorang melakukan penyimpangan, sedangkan ia tahu apa yang dilakukan melanggar aturan. Becker mengatakan bahwa tidak ada alasan untuk mengasumsikan hanya mereka yang menyimpang mempunyai dorongan untuk berbuat demikian.
Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap manusia    pasti mengalami dorongan untuk melanggar pada situasi tertentu, tetapi mengapa pada kebanyakan orang tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan, sebab orang dianggap normal biasanya dapat menahan diri dari dorongandorongan untuk menyimpang (Becker, dalam Soekanto,1990 : 26).


2.4  Wujud Perilaku Kenakalan Remaja
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, kenakalan remaja yang dimaksud adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum. Kenakalan remaja dibagi menjadi empat bentuk yaitu:
1. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain: perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain- lain.
2. Kenakalan yang menimbulkan korban materi: perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan dan lain- lain.
3. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain: pelacuran, penyalahgunaan obat, hubungan seks bebas.
 4. Kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, minggat dari rumah, membantah perintah.
Gunarsa membagi kenakalan remaja itu menjadi dua kelompok besar, yaitu :
A. Kenakalan yang bersifat amoral dan asosial, karena tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum, yaitu :    
1. Membohong, memutarbalikkan kenyataan dengan tujuan menipu orang atau menutupi kesalahan.
2. Membolos, pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah.
3. Kabur, meninggalkan rumah tanpa izin orang tua atau menentang keinginan orang tua.
4. Keluyuran, pergi sendiri maupun berkelompok tanpa tujuan dan mudah menimbulkan perbuatan iseng yang negatif.
5. Memiliki dan membawa benda yang membahayakan orang lain, sehingga mudah terangsang untuk menggunakannya, seperti pisau, silet dan lain-lain.
6. Bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, sehingga mudah terjerat dalam perkara yang benar-benar kriminal.
7. Berpesta pora semalam suntuk tanpa pengawasan, sehingga mudah timbul tindakan-tindakan yang kurang bertanggung jawab (amoral dan asosial).
8. Membaca buku-buku cabul dan kebiasaan mempergunakan bahasa yang tidak sopan, tidak senonoh seolah-olah menggambarkan kurang perhatian dan pendidikan dari orang dewasa.
9. Secara berkelompok makan di rumah makan, tanpa membayar atau naik bis tanpa membeli karcis.
10. Turut dalam pelacuran atau melacurkan diri baik dengan tujuan kesulitan ekonomi maupun tujuan lainnya.    
11. Berpakaian tidak pantas dan minum minuman keras sehingga merusak dirinya maupun orang lain.
B. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bilamana dilakukan oleh orang dewasa yaitu :
1. Perjudian dan segala macam bentuk perjudian yang mempergunakan uang.
2. Pencurian dengan kekerasan maupun tanpa kekerasan : pencopetan, perampasan, penjambretan.
3. Penggelapan barang.
4. Penipuan dan pemalsuan.
5. Pelanggaran tata susila, menjual gambar-gambar porno dan film porno, serta pemerkosaan.
6. Pemalsuan uang dan pemalsuan surat-surat keterangan resmi.
7. Tindakan-tindakan anti sosial, perbuatan yang merugikan milik orang lain.
8. Percobaan pembunuhan.
9. Menyebabkan kematian orang, turut tersangkut dalam pembunuhan.
10. Pembunuhan.
11. Penguguran kandungan











BAB III
PEMBAHASAN

3.1  Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Kenakalan Remaja
Menurut Santrock, kenakalan remaja lebih banyak terjadi pada golongan sosial ekonomi yang lebih rendah, serta perkampungan kumuh pada penduduk. Tuntutan kehidupan yang keras menjadikan remaja-remaja kelas sosial ekonomi rendah menjadi agresif. Sementara itu, orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap perilaku putra-putrinya, sehingga remaja   cenderung dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri.
Namun menurut Hurwitz yang menyebutkan bahwa dalam hal kondisi sosial ekonomi rumah tangga tidak boleh hanya memperhatikan kondisi sosial ekonomi rendah sebagai faktor dominan terjadinya kenakalan anak, penting juga memperhatikan remaja yang berasal dari kondisi sosial ekonomi kelas atas. Dalam hal ini kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang sangat tinggi, dimana remaja sudah terbiasa hidup mewah, anak-anak dengan mudahnya mendapatkan segala sesuatu akan membuatnya kurang menghargai dan menganggap sepele, yang dapat menciptakan kehidupan berfoya-foya, sehingga anak dapat terjerumus dalam lingkungan antisosial. Kemewahan membuat anak menjadi terlalu manja, lemah secara mental, tidak mampu memanfaatkan waktu luang dengan hal-hal yang bermanfaat. Situasi demikian menyebabkan remaja menjadi agresif dan memberontak, lalu berusaha mencari kompensasi atas dirinya dengan melakukan perbuatan yang bersifat melanggar (Hurwitz, dalam Moeljatno, 1986 : 111).
Sedangkan untuk sosial ekonomi rumah tangga menengah, tidak ada penelitian yang menyatakan kondisi sosial ekonomi menengah berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Dari beberapa teori dan hasil penelitian di atas kita melihat bahwa ada hubungan antara kondisi sosial ekonomi dengan munculnya kejahatan dalam konteks kenakalan. Remaja dari latar belakang kondisi sosial ekonomi yang berbeda diperkirakan memiliki wawasan berfikir dan perilaku yang berbeda pula. Sehingga dapat dikatakan bahwa kenakalan remaja datang dari berbagai latar   belakang sosial ekonomi, baik yang berlatar belakang sosial ekonomi tinggi, maupun yang berlatar belakang sosial ekonomi rendah.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti: makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.

3.1.1 Kenakalan Remaja Pada Keluarga Miskin
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
Ø  Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
Ø  Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
Ø  Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Jika di hubungkan dengan kenakalan remaja yang terjadi pada akhir-akhir ini kemiskinan juga disebut sebagai salah satu faktor penyebab atas kenakalan remaja. Bayak ahli menilai bahwa remaja cenderung lebih cepat stress ketika kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi dengan alasan pemenuhan kebutuhan hidup banyak remaja dari keluarga kurang mampu berani melakukan tindakan nekad seperti mencopet, mencuri, menjambret, menodong serta berbagai tindakan kriminal lain.
Pada dasarnya ekonomi kurang mampu hanyalah pemicu masih banyak faktor lain yang lebih mendasar pada seperti mentalitas anak, keimanan, dan didikan orangtua. Namun harus disadari kekurangan materi, terkucilkan dan kesejangan sosial akan sangat memepengaruhi seseorang untuk berupaya memperbaiki keadaan ini ketika seseorang telah berupaya banyak hal untuk mengatasi keadaan ini dan merasa tidak kunjung ada jalan keluar maka tidak sedikit orang memutuskan untuk berpidah kejalur pintas, yang salah satunya adalah tindakan kriminalitas dengan motif ekonomi. Hal yang sama terjadi pada remaja, atau malah remaja yang lebih mudah jatuh dalam hal ini.
Remaja cenderung kurang dipercaya dalam melakukan pekerjaaan profesi, remaja cenderung punya waktu terbatas untuk bekerja, sehingga sulit bagi remaja untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan hidupnya. Terlebih pada remaja yang berada didaerah perkotaaan dengan gaya hidup yang serba wah, dengan gengsi sosial tinggi tentu ini akan lebih menuntut remaja dalam pembiayaan dalam interaksi sosial. Kemajuan teknologi seperti ponsel cerdas, dan beberapa gadget lain juga menjadi standar baru dalam gengsi remaja saat ini selain mahal gadget ini memerluka biaya bulanan seperti pulsa, paket atau yang lain.
Bagi remaja laki-laki kriminalitas mencuri, mencopet, mejambret, berjudi berkata kasar mungkin adalah mungkin adalaha paket komplit  yang paling sering, tapi bagaimana dengan remaja peremuan? Di usia muda bekerja professional hampir tidak mungkin mereka lalukan kalaupun ada pekerjaan paruh waktu hampir tidak dibayar sebanding dengan pekerjaan yang dilakukan. Jika akhir-akhir ini anda mendengar kabar di media masa atau selentingan dimasyarakat ada banyak remaja perempuan yang ketangkap sedang melayani birahi para pria hidung belang itulah kenakalan yang muncul pada remaja perempuan. Untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup mereka rela melakukan tindakan menjual diri. Hal ini tidak saja terjadi pada satu atau dua remaja bahkan terjadi hampir disetiap tempat ini belakangan ini, sekaligus membuktikan bahwa tidak hanya remaja putra saja yang jatuh dalam kenalan remaja karena faktor ekonomi, remaja putrid juga tidak luput dari faktor ini.
3.1.2 Kenakalan Remaja Pada Keluarga Mapan
Orangtua pada keluarga ekonomi atas kadang menganggap kebahagiaan anak adalah pemenuhan kebutuhan fisik anak. Sehingga melimpahkan dan mencurahkan keuangan pada anak secara berlebihan dianggap adalah hal yang benar sekalipun tanpa memberikan waktu yang cukup untuk berada bersama dan mendidik anak. Sehingga secara phsikologi anak sangat kekurangan perhatian dan kasih sayang. Hal ini yang membawa anak untuk berusaha memenuhi kebutuhan phsikologinya dengan mencari berbagai kesenangan lain yang bersifat negative.
Pada keluarga berkecukupan kenakalan remaja cenderung hanya terlihat berfoya-foya, bersenang-senang tanpa batas. Semua hal tentang itu hanya permulaan, yang berikutnya adalah balapan liar, judi, minuman keras, seksbebas dan narkoba. Semua hal ini terjadi karena secara financial mereka mapu membiayai. Suka memandang remeh nasihat dan mengacuhkan lingkungan adalah hal yang biasa pada remaja mapan.

3.2  Upaya Mencegah Pengaruh Sosial Ekonomi Agar Tidak Menimbulkan Kenakalan Remaja.
Kemampuan ekonomi sangat mempengaruhi prilaku sosial dalam masyrakat baik masyrakat dari ekonomi mapan maupun kurang mampu. Dari pembahasan  diatas kekurangan maupun kelebihan perekonomian keluarga dapat menibulkan potensi kenakalan remaja, untuk itu perlu dilakukan tidakan pencegahan terhadap hal tersebut, seperti berikut ini:
1.      Membangun mentalitas iman beragama anak dan keluarga
Iman terhadap agama sangat membangun mentalitas keluarga, secara berkesinambungan mentalitas anak dan keluarga akan dibangun dengan bersama-sama belajar agama dan mengamalkannya dalam kehidupan. Tidak saja anak tetapi orang tua juga perlu belajar dari anak tentang pendapatnya terhadap agama.

2.      Membangun komunikasi keluarga yang harmonis
Komunikasi adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan sosial, dan komunikasi yang baik akan membangun keluarga yang lebih harmonis, memahami pendapat anak, punya lebih banyak waktu untuk mendengar anak dan memberikan pendapat terhadap apa yang diungkapkan anak, serta punya banyak waktu untuk keluarga bergembira secara eklusif seperti berlibur, melakukan perjalanan, dan berwisata akan sangat membangun keluarga dalam membangun komunikasi.

3.      Mendidik kemandirian  dan jiwa usaha pada anak
Memberikan kepercayaan kepada anak tentang potensi usaha mandiri yang mungkin bisa dilakukan anak, akan mendidik anak untuk lebih kaya pengetahuan untuk menyelesaikan permasalah hidupnya. Pada remaja semestinya orangtua tidak saja menanamkan kemandirian tetapi juga jiwa usaha, tidak dapat dipungkiri jika kebutuhan remaja saat ini meningkat secara luar biasa disbanding remaja satu dasawarsa lalu. Jika remaja tidak dididik secara mandiri dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya maka mereka akan sangat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

4.      Membangun ekonomi masyarakat dengan memberdayakan Remaja
Dibanding remaja dua dasawarsalalu remaja saat ini jauh lebih memiliki pengetahuan lebih luas, tetapi terkesan lebih malas dan tidak memiliki keterampilan. Berbagai kegiatan usaha bisa dilakukan dengan melibatkan remaja sebagai tenaga kerja seperti warung es, budidaya ikan hias, tanaman hias dan lain lain. Selain memberikan kesempatan kerja hal ini akan memberikan keterampilan hidup pada mereka yang mungkin berguna bagi masa depan mereka.
















BAB IV
PENUTUP

4.1    Kesimpulan
Dari pembahasan dapat diambil kesimpulan yaitu :
1.      Kenakalan remaja tidak hanya terjadi pada masyarakat ekonomi rendah tetapi juga terjadi pada masyarakat ekonomi atas. Pada masyarakat ekonomi rendah kenakalan remaja terjadi karena motif pemenuhan kebutuhan hidup fisik, sedangkan pada masyarakat ekonomi atas kenakalan remaja terjadi sebagai akibat pelampiasan tidak terpenuhinya kebutuhan phsikologis.
2.      Untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja dengan latar belakang ekonomi ada beberapa upaya yang bisa dilakukan yang diantaranya adalah: Membangun mentalitas iman beragama anak dan keluarga, Membangun komunikasi keluarga yang harmonis, Mendidik kemandirian  dan jiwa usaha pada anak dan Membangun ekonomi masyarakat dengan memberdayakan Remaja

4.2 Saran
     Dari kesimpulan yang telah diambil, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut:
1.      Setiap keluarga harus berupaya membangun kemimanan, komunikasi dan menciptakan suasana harmonis dalam kehidupan keluarga.
2.      Keluarga dan masyarakat harus mendidik kemandirian dan memberdayakan remaja dam bidang ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar: